Monday, August 13, 2012

Wisata sambil Beramal di Sumatra Barat


Sumatra Barat terkenal dengan budaya dan arsitekturnya yang unik, dekat dengan Kuala Lumpur, Padang dan Bukit Tinggi menjadi pilihan ibu-ibu DWP KBRI KL sebagai tujuan wisata 15-18 Februari 2006, untuk lebih mengenal salah satu budaya Indonesia yang kita miliki, kami juga membawa misi sosial, mengunjungi 2 Pondok Pesantren Modern sambil beramal menyumbangkan uang untuk membantu Pendidikan anak-anak di sana.
  Kunjungan sosial ke Pesantren Dinniyah Putri dan Nurul Ikhlas.
Kota Bukit Tinggi terletak hampir ditengah-tengah pulau Sumatera di atas jajaran Bukit Barisan, dengan alamnya yang berbukit dan berlembah serta berhawa sejuk. Kota ini banyak memiliki objek wisata alam dengan pemandangan yang indah, Wilayah seluas 25,239 km2 ini memiliki 27 bukit dan lembah. Lembah yang sangat terkenal adalah Ngarai Sianok yang terletak di sisi barat Kota Bukittinggi, terdapat jurang yang curam dengan kedalaman 100 M serta mempunyai kemiringan antara. 800 - 900 M yang menjadi daya tarik Pariwisata. Grand Canyon nya Asia, begitu biasanya wisatawan menyebutnya, keindahan panoramanya sulit digambarkan dengan kata-kata, dilokasi ini juga terdapat Gua Jepang, tempat persembunyian tentara Jepang saat perang Dunia kedua berlangsung. Lembah ini memisahkan Kota Bukit Tinggi dengan Kota Gadang sepanjang 12 km. Disamping itu Kota Bukittinggi dilatar belakangi oleh tiga gunung yaitu : Gunung Merapi, Gunung Singgalang, Gunung Sago, sehingga sebutan Kota Tri Arga (Kota 3 gunung) sangat populer untuk daerah ini. Kota yang berpenduduk sekitar 100 ribu jiwa ini 97% penduduknya beragama Islam. Terkenal banyak yang bermata pencaharian sebagai pedagang serta penduduknya memiliki jiwa merantau. Industri Bordir dan Songketnya yang halus sangat digemari wisatawan dari Malaysia. Bukit Tinggi disamping sebagai kota wisata juga merupakan kota sejarah. Bukit Tinggi pernah ditunjuk sebagai kota kedua tahun 1948 - 1949 setelah Yogya jatuh ketangan penjajah. Bukit Tinggi juga pernah menjadi lbu Kota Propinsi Sumatera Tengah. Sewaktu perjuangan fisik Wakil Presiden pertama Republik Indonesia Bapak Drs. Mhd. Hatta pernah bertempat tinggal di Bukittinggi di lokasi tersebut dibangun sebuah gedung yang dinamakan “Istana Bung Hatta”. Kebetulan sekali hotel tempat kami menginap persis berada diseberang Istana ini. Jadilah wisata kami lengkap, belajar budaya, sejarah, pendidikan dan arsitektur. Jam Gadang yang cukup terkenal sebagai ciri khas Bukittinggi yang didirikan pada zaman penjajahan. tahun 1926 yang berada di tengah Kota, juga berada di lokasi dekat hotel kami. Sampai saat ini Bukit Tinggi sering juga dijuluki Kota Jam Gadang. Ini mengingatkan penulis pada replika jam gadang di Kuala Lumpur yang terletak persis di depan jalan tempat tinggal penulis. Disepanjang perjalanan kita akan selalu melihat atap bangunan yang khas berbentuk tanduk, seperti topi tradisional yang dikenakan wanitanya.
  Air Terjun Lembah Anai dan Ngarai Sahanok
Dibawah Kota Bukit Tinggi, terhampar kota Padang atau Minangkabau yang artinya (Minang = Menang dan Kabau = Kerbau) Kerbau Juara. Cerita le-genda mengenai Minangkabau cukup menarik. Pertarungan kerbau antara Penduduk setempat dengan penjajah saat itu mempertaruhkan wilayah Sumatra Barat ini. Dengan akalnya yang cerdik akhirnya wilayah Sumatra Barat menang sehingga terbebas dari penjajahan.
Pondok Pesantren Modern Khusus Puteri atau Perguruan Dinniyah Puteri Padang Panjang dan Pondok Pesantren Modern NURUL IKHLAS, di kedua tempat inilah kami singgah dan sedikit membantu para siswi/a yang sedang menuntut ilmu. Pemilik Pesantren menceritakan sejarah berdirinya Pondok ini, kami tersadar sesungguhnya bukan cuma di Jawa Tengah kita memiliki “Kartini” di Padang juga banyak kita jumpai Kartini-kartini lain yang berani memperjuangkan pendidikan untuk kaumnya. Tidak dapat dipungkiri budaya Matriakat yang dimiliki Sumatra Barat banyak mendukung kaum wanita disini untuk lebih maju. Karena penguasaan tanah adat berada di tangan wanita sehingga kaum wanitanya leluasa mendirikan sekolah perempuan diatas tanah adat miliknya. Tahun 2006 ini Perguruan Dinniyah mengikuti pameran Pendidikan Internasional di Kuala Lumpur untuk menjaring siswi dari Negara Serumpun Malaysia. Pilihan pendidikan yang cukup murah tanpa khawatir dengan perbedaan budaya, bahkan Sumatra Barat merupakan salah satu tempat asal keturunan Melayu di Malaysia.
  
Belajar bordir di Pandai Sikek dan Makan lesehan diatas danau

Selepas kunjungan sosial, dimulailah perjalan wisata budaya mulai dari melongok keindahan Air Terjun Lembah Anai sambil menikmati kesejukan dan kejer-nihan airnya, dikelilingi hutan tropis, air terjun setinggi 40 meter berada persis di pinggir jalan raya, dilanjutkan ke Pusat Kerajinan ukiran kayu dan Sulaman Tangan “Pandai Sikek”. Sikek merupakan alat menenun kain songket, karena banyaknya penduduk di wilayah ini yang mempunyai keahlian menenun songket sehingga disebut desa Pandai Sikek. Sore itu juga kami langsung ke Bukit Tinggi menuju hotel tempat kami bermalam. Pada hari kedua Perjalanan diawali melongok pusat kerajinan bordir yang pemiliknya mempunyai tempat latihan membordir untuk melatih warga setempat, dan hasilnya langsung dijual kepada wisatawan. Siang harinya kami menuju Istana Pagaruyung, Istana bersejarah yang terletak di kota kecil 50 km dari Bukit Tinggi dibangun pada abad ke 14, dekat Batu Sangkar, tempat batu arkeologi atau batu bertulis berdiri. Melihat 7 lapis tirai yang digantungkan disetiap pintu menuju ruang tidur istana, ter-nyata angka 7 merupakan angka yang melambangkan 7 lapis langit, yang dipercaya sebagai lambang kebesaran Allah Yang Maha Esa. Disini kami sempat mencoba berbaju adat Minang, berfoto dan bergaya seperti wanita Padang.
 
Bergaya Pengantin Padang (di Istana Pagaruyung) dan di depan Istana Pagaruyung

Siapa tak kenal Masakan Padang? rasa khas pedasnya, berbumbu lengkap serta menggunakan santan membuat siapapun tak kan bisa melupakannya, disinilah kami menikmati masakan asli yang sudah terkenal di seluruh dunia itu. Restoran Pak Datuk serta Sate Padang Mak Syukur hukumnya wajib untuk dinikmati. Akhirnya perjalanan ditutup dengan melihat rumah peninggalan Siti Nurbaya, serta bermalam di kota Padang pada hari terakhir. Esoknya pagi-pagi sekali sudah bersiap-siap menuju Bandara karena kami menggunakan penerbangan paling awal, supaya liburan hari Minggu bersama keluarga masih sempat kita nikmati. Akhirnya Padang dan Bukit Tinggi menjadi kenangan indah terutama panorama Danau Maninjau mu yang tak kan terlupakan.
(Tulisan ini dimuat di Buletin DWP KBRI Kuala Lumpur Edisi 35. Saya ikut prihatin atas musibah terbakarnya Istana Pagaruyung dan Gempa di beberapa tempat di Sumatra Barat. )

No comments: